“....Apel Luar Biasa penjatuhan hukuman bagi praja bermasalah,......... perwakilan menempati diri..... (enam orang muda praja dengan langkah gonTai namun dikuatkan seakan telihat gagah berjalan di atas parade yg baru saja menjadi saksi pelantikan mereka, menuju ke depan pembina apel.....)
“...sekali lagi.... ya sekali lagi............sudah berulang- ulang dikatakan ....................)
Fenomena tersebut baru saja terjadi di ksatriaan kita, sebagai Laskar Manglayang tentu sangat miris hati mendengar dan menyaksikan satuan muda praja yang baru saja menetas embrio prajanya diharuskan menerima apel yang sesungguhnya tidaklah luar biasa namun sangat tidak meyenangkan jika ke-Luar Biasa-an apel tersebut.???????... Percuma di set bawah kita melihat tulisan Bhineka Nara Eka Bhakti yng bermakna Berasal dari suku,agama,ras, kebiasaan yang berbeda namun kita ada dalam satu pengabdian. Semua itu seakan tidak ada gunanya jika kita masih saja terlalu disibukkan akan kearogansian daerah, kita sama-sama tahu setiap daerah memiliki kehebatan dan kelebihan masing-masing yang tidak dimiliki daerah lainnya namun jangan lah gara-gara kata-kata (atau 4 huruf) kita bercerai, sungguh miris Jika saja Jenderal Rudini dapat melihat semua ini.
Bhineka Tunggal Ika yang menjadi salah satu motto pemersatu NKRI ternyata baru sekedar Ungkapan semata. Jika didalami filosofi dari kalimat yang tertera pada lambang Negara Indonesia, tentunya praja- praja IPDN tidak akan melaksanakan apel yang sesungguhnya tidak mau dilaksanakan kemarin. Mengingat perbedaan Indonesia yang berlimpah dan ditambah dengan kebiasaan masing- masing individu yang tentu akan menjadi warna di ksatriaan ini, masyarakat Indonesia terutama Praja IPDN akan mampu mengalahkan eksistensi Universitas ataupun Institut lainnya bahkan jika dilihat dari sudut pandang Indonesia, maka Indonesia dapat menjadi negara adidaya sekaliber Amerika Serikat manakala pemberdayaan dari SDA dan SDM sudah optimal.
Berbeda - beda namun tetap satu jua, mungkin ada salah penafsiran dari kalimat ini, Berbeda kontingen, berbeda agama, berbeda Suku, Bahasa, dan berbeda kebiasaan serta Budaya namun tetap satu. Mungkin satu konflik, satu saat akan diporakporandakan, atau satu saat Praja IPDN akan dijerumuskan kedalam Jahiliah Modern Ksatriaan.
Jahiliyah modern di ksatriaan ? Seperti apa Gambaran Jahiliyah modern? sebagaimana kita tahu, jahil (bahasa arab) bermakna Bodoh/tidak berpengetahuan. Arti lebih lanjut dari jahil ialah tiadanya nur ilahiyah yang memancar dan menerangi kehidupan di masyarakat. Tidak berpengetahuan bukan berarti tidak memilki pengetahuan umum. era jahiliyah arab pra kedatangan Muhammad, bangsa quraisy sudah memiliki peradaban yang maju dan pesat. Hanya bodohnya disini ialah jauh dari pemahaman keagamaan dan tuntunan kemasayarakatan yang toleransi dan memahami satu sama lain. Di Ksatriaan kita sendiri ternyata masih ada dalam kungkungan jahiliyah, jahiliyah modern. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya kearogansian, ke apatisan, dan lainnya sehingga menyebaban tempat ibadah menjadi tempat “terlarang”. jika ditelusuri lebih lanjut, maka Praja praja IPDN belum belajar dari filosofi sapu lidi ( mungkin hanya beberapa..) walau terdiri dari bagian kecil, namun ketika disatukan dan diikat kuat, bukan hanya sampah yang dapat disapu, namun anjing sebesar apapun akan tunggang langgang ketika dipukul oleh sapu lidi ini.
Masalah- masalah kecilpun tentu tak akan menggangu stabilitas persatuan kita, jika kita bersatu. Banyaknya jumlah anggota per kontingen, seringnya berkumpul statu kontingen sehingga tidak memperdulikan yang benar atau salah ( dalam artian : dia saudara kontingen saya! Jadi salah atau bener dia akan tetap saya bela) bukan menunjukan kekuatan, namun bias dari itu semua adalah ternyata kita (Muda, Madya, dan Nindya red ) senang berkonflik internal dan melupakan masih banyak hal yang lebh penting dari itu.
Bukannya tidak boleh jika kita membanggakan kontingen ataupun senangnya berkumpul api akankah lebih bijaksana dalam setiap kebanggaan daerah kita tetap menghormati kelebihan daerah ataupun kekurangan daerah lainnya, yang salah ya tetap salah selesaikan secara fair satu lawan satu tidak perlu yang tidak tahu apa- apa ikut- ikutan dengan mengatasnamakan korsa kontingen .
Peran kita sebagai salah satu pemersatu bangsa harus kita mainkan dengan luwes tanpa harus ada kekakuan kontingen. Bersama kita kuat, bersama kita dapat melawan apapun.
Ingatlah mereka para Purna di daerah nama baik mereka(kita juga red) ada ditangan kita yang masih menjalani pendidikan ini. (*****MMI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar