Sabtu, 29 Januari 2011

Makalah Farmakologi



BAB I
PENDAHULUAN
            Bagian motor (eferen) dari sistem saraf dibagi dalam dua bagian besar : otonom dan somatik. Sistem saraf otonom (SSO) sifatnya independen dimana aktivitasnya tidak dipengaruhi kontrol kesadaran. SSO terutama berkaitan dengan fungsi viseral (seperti curah jantung, aliran darah ke berbagai organ, sistem pencernaan, dsb) yang penting bagi kehidupan.
            Sistem saraf mempunyai beberapa sifat yang sama dengan sistem endokrin, yang merupakan sistem utama lain untuk mengontrol fungsi tubuh. Termasuk didalamnya adalah integrasi tingkat tinggi didalam otak, kemampuan mempengaruhi proses yang terjadi didalam tubuh didaerah yang jauh, dan penggunaan umpan balik secara luas. Kedua sistem tersebut menggunakan bahan kimia sebagai transmitter dari informasi ini. Didalam sistem saraf, transmitter kimia berada diantara sel saraf dan antara sel saraf dan sel – sel efektor mereka. Transmisi kimia terjadi melalui rilis sejumlah kecil subtansi transmitter dari terminal saraf kedalam celah simpatik. Transmitter kemudian melewati celah secara difusi dan mengaktifkan atau menghambat sel pasca sinaps dengan cara berikatan dengan molekul reseptor khusus.
            Dengan menggunakan obat – obat yang menyerupai atau menghambat kerja dari transmitter kimia, kita bisa secara selektif memodifikasi fungsi otonomik. Fungsi ini melibatkan berbagai macam jaringan efektor termasuk otot jantung, otot polos, endotelium pembuluh darah, kelenjar eksokrim, dan ujung saraf prasinaptik. Obat otonom berguna dalam beberapa dalam keadaan klinis sebaliknnya sejumlah besar obat yang digunakan untuk tujuan lain mempunyai efek yang tidak diinginkan pada fungsi otonomik.













BAB II
TEORI UMUM
II.1 Anatomi Sistem Saraf Otonom
            Sistem saraf terbagi kedalam dua bagian : kelompok simpatis (torakolumbal) dan kelompok parasimpatis (kraniosakral). Kedua kelompok ini berasal dari inti yang ada didalam sistem sraf pusat dan membangkitkan serat praganglion eferen yang keluar dari batang otak atau korda spinalis dan berakhir pada ganglia motorik. (1 : 134)
            Sistem Saraf Otonom (SSO), juga disebut sebagai sistem viseral, bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernafasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO mempesarafi otot polos, tetapi SSO merupakan sistem saraf involunter yang kita tidak atau sedikit bisa dikendalikan. Kita bernafas, jantung kita berdenyut, dan peristaltik terjadi tanpa kita sadari. Tetapi, tidak seperti saraf otonom, sistem saraf somatik merupakan sistem volunter yang mempersyarafi otot rangka yang dapat kita kendalikan (2 : 258).



           






JARINGAN / ORGAN TUBUH
RESPON
SIMPATIS
RESPON
PARASIMPATIS
Mata
Dilatasi pupil
Konstriksi Pupil
Paru - paru
Dilatasi bronkiolus
Konstriksi bronkiolus dan sekresi bertambah
jantung
Denyut jantung meningkat
Denyut jantung menurun
Pembuluh darah
Konstriksi pembuluh darah
Dilatasi pembuluh darah
gastronintestinal
Relaksasi otot – otot polos dari saluran gastrointestinal
Peristaltik meningkat
Kandung kemih
Relaksasi otot kandung kemih
Kontraksi kandung kemih
uterus
Relaksasi otot uterus

Kelenjar saliva

Saliva bertambah




II.2 PENGGOLONGAN OBAT OTONOM
            Menurut efek utamanya maka obat otonom dibagi dalam 5 golongan : (3 : 39)
1.      Parasimpatomimetik atau kolinergi. Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
2.      Simpatomimetik atau adrenergik yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktifitas susunan saraf simpatis.
3.      Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat timbulnya efek akibat susunan saraf parasimpatis.
4.      Simpatolitik atau penghambat adrenergik menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.
5.      Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impul ganglion.







BAB III
PEMBAHASAN
            Seperti diketahui bahwa fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernafasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar. Jika terjadi gangguan atau penyakit pada organ-organ tersebut maka salah satu penangannya dengan memberikan obat selain untuk mengurangi rasa sakit, menghilangkan gejala dll.
A.    KARDIOVASKULER
Kelainan dari sistem kardiovaskuler yang sering terjadi yakni HIPERTENSI dan GAGAL JANTUNG.
1.      HIPERTENSI
     Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi akan menimbulkan komplikasi atau kerusakan pada berbagai organ sasaran, yakni jantung, pembuluh darah otak, pembuluh darah perifer, ginjal dan retina.
Untuk menghindari terjadinya morbiditas dan mortalitas maka dilakukan pengobatan. Adapun kategori-kategori tersebut diantaranya :
-          Diuretik yang menurunkan tekanan darah dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah serta diduga masih terdapat mekanisme lain.
Pembagian obat diuretik diantaranya : Diuretik tiazid (misalnya hidroklorotiazid, bendroflumetiazid) dan diuretik yang sejenis (misalnya klortalidon, indapamit) serta diuretik kuat (midsalnya plurosemid untuk hypertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung) dan diuertik hemat kalium.
-          Obat simpatoplegi yang menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan tekanan vaskuler periper, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena di dalam pembuluh darah kapasitans. Obat tersebut lebih lanjut dibagi menurut titik tangkap kerjanya didalam lengkung refleks simpatis.
Misalnya : Methyldopa (berguna untuk pengobatan hipertensi ringan sampai sedang, juga dapat menurunkan tekanan darah terutama dengan cara menurunkan tahanan vaskuler perifer, dengan variasi dalam penurunan denyut jantung dan curah jantung.
Clonidine (berguna untuk menurunkan tekanan darah melalui penurunan curah jantung)
-          Vasodilator langsung yang menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos vaskuler sehingga mendilatasi pembuluh darah resisten dan pada berbagai tingkat meningkatkan kapasitans pula.
Yang termasuk di dalam kelas obat tersebut adalah vasodilator oral, Hydralazine dan Minoxidil yang digunakan pada terapi jangka panjang pasien hipertensi rawat jalan; vasodilator parenteral, Nitroprusside, Diaxozide, dan Fenoldopam digunakan untuk pengobatan kedaruratan hipertensi.
Hydralazine suatu turunan Hydrazine, mendilatasi arteriol dan bukan vena, dapat digunakan dengan efektif terutama pada hipertensi parah.
Minoxidil merupakan vasodilator oral yang sangat bermanfaat. Efeknya timbul akibat pembukaan kanal kalium pada membran otot polos oleh Minoxidil sulfate, suatu metabolit aktif. Minoxidil juga mendilatasi arteriol bukan vena. Karena efek antihipertensnya yang sangat kuat, Minoxidil seyogyanya mengantikan hydralazine bilamana dosis maksimal tidak efektif atau tidak memberikan respons dengan baik.
Natrium Nitroprusside marupakan vasodilator parenteral yang sangat kuat yang digunakan dalam pengobatan kedaruratan hipertensi. Nitroprusside dapat melebarkan pembuluh darah arteri dan vena, menurunkan tekanan vaskuler perifer dan venous return.
Diaxozide merupakan dilator arteriol parenteral efektif dengan masa kerja relatif panjang yang digunakan untuk pengobatan kedaruratan hipertensi.
Fenoldopam merupakan dilator arteriol perifer yang digunakan untuk pengobatan kedaruratan hipertensi dan hipertensi pascaoperasi.
-          Obat yang menyakat produksi atau efek angiotensin sehingga menyebabkan penurunan tahanan vaskular perifer dan juga volume darah. Curah jantung dan kecepatan denyut jantung tidak berubah secara bermakna.
Dua kelas obat secara spesifik bekerja pada sistem angiotensin-renin : penghambat ACE dan penghambat kompetitif angiotensin pada reseptornya.
Penghambat enzim pengkonvesi angiotensin (ACE) misalnya : Captropil (yang menghambat enzim pengkonversi peptidyl dipeptidase yang menghidrolik angiotensin I ke angiotensin II dan menyebabkan inaktivasi bradykinin, suatu vasodilator kuat.), Enalapril (efeknya serupa dengan Captropil , hanya tersedia secara intravena, terutama untuk kedaruratan hipertensi).
2.      GAGAL JANTUNG
     Gagal jantung Kongestif adalah sindrom klinik yang ditimbulkan oleh gangguan fungsi jantung yang dapat berupa menurunya kontraktilitas, berkurangnya massa jantung yang berkontraksi, gangguan sinergi kontraksi, atau berkurangnya kelenturan. Sindrom ini terjadi karena curah jantung tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh. Gangguan fungsi pompa jantung itu menyebabkan bendungan sirkulasi dengan segala akibatnya.
     Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah mengurangi gejala akibat bendungan sirkulasi, memperbaiki kapasitas kerja dan kualitas hidup, serta memperpanjang harapan hidup. Untuk itu pendekatan awal adalah memperbaiki berbagai gangguan yang mampu pulih untuk menghilangkan beban kardiovaskuler yang berlebihan misalnya : mengobati hipertensi, mengobati anemia mengurangi berat badan atau memperbaiki stenosis aorta.

Obat-obat gagal jantung:
-          Digitalis, merupakan tanaman obat yang mengandung glikosida jantung, sifat farmakodinamik utamanya adalah meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.  
-          Obat gagal jantung lain (Diuretik), berfungsi memacu ekskresi NaCl dan air sehingga beban hulu berkurang dan gejala bendungan paru dan bendungan sistemik berkurang. Diuretic juga mengurangi volume ventrikel kiri dan tegangan dindingnya sehingga resistensi perifer menurun.
Yang termasuk dalam obat Diuretik yakni : Tiazid merupakan obat terpilih dalam gagal jantung, selain itu Diuretik kuat misalnya furosemid.
-          Vasodilator, pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala gagal jantung dan parameter hemodinamika yang ada. Penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan umum akan tertolong dengan artetiodilator Tetapi pada penderita gagal jantung kronis yang kurang responsive terhadap pengobatan, biasanya kedua factor diatas berperan sehingga diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena.
Contoh obat yang berfungsi sebagai arterioldilator adalah misalnya hidralazin, fentoilamin. Sebagai vasodilator : nitrat organic, dan yang bekerja seimbang sebagai dilator arteri dan vena adalah penghambat ACE, alfa-bloker, serta Na-nitroprusid.
-          Inotropik lain, misalnya Agonis adrenergic dan penghambat fosfodiesterase adalah obat yang juga digunakan untuk terapi gagal jantung karena efek meningkatnya meningkatkan kontraktilitas miokard. Obat-obat ini biasanya digunakan untuk gagal jantung yang tidak dapat dilatasi dengan digitalis, diuretic dan vasodilator.

















BAB IV
PENUTUP
IV.1 KESIMPULAN
1.      Fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernafasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar.
2.      Yang termasuk golongan obat otonom yakni : Parasimpatomimetik atau kolinergi, Simpatomimetik atau adrenergic, Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik, Simpatolitik atau penghambat adrenergic, Obat ganglion
3.      Kelainan dari sistem kardiovaskuler yang sering terjadi yakni HIPERTENSI dan GAGAL JANTUNG.
4.      Yang termasuk Antihipertensi yakni Diuretik, Obat simpatoplegi, Vasodilator langsung, Obat yang menyakat produksi atau efek angiotensin
5.       Yang termasuk Obat Gagal Jantung yakni Digitalis, Obat gagal jantung lain (Diuretik), Vasodilator, Inotropik lain.







DAFTAR PUSTAKA
1.      Katzung. B.G., (2001), FARMAKOLOGI : Dasar dan Klinik, Edisi 1, Penerbit Salemba Medika

2.      Kee. J. L., (1996), FARMAKOLOGI, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3.      Ganiswarna. S.G., (1995), FARMAKOLOGI DAN TERAPI, Edisi IV, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar