Kamis, 27 Januari 2011

Pembaretan IPDN XIX


Pembaretan
The New Pradigm of “ PEMBARETAN”
Sebuah goresan sejarah baru Angkatan XIX dalam reformasi IPDN

Angkatan XIX memang tidak salah selalu dielukan oleh Bapak Prof.DR.Drs.H. I Nyoman Sumaryadi,M.Si sebagai angkatan reformasi ke-3 yang dimana tidak hanya dari segi aturan yang lebih ditekankan tetapi juga dari tradisi yang menjadi lebih baik dan terarah. Sebagai contoh dari tradisi pembaretan, dimana pada angkatan terdahulu pembaretan lebih terkenal dengan pengambilan Baret dengan cara mendaki Gunung yang paling disakralkan oleh civitas akademika yaitu Manglayang. Tata cara pendakiannya pun langsung selesai pada sehari semalam saja. Pada angkatan XIX ini terdapat banyak perbedaan yang akan diteruskan ke angkatan- angkatan selanjutnya selama rumput parade masih tumbuh.
Pembaretan itu pun
terdiri dari dua tahap yang kami angkatan XIX plesetkan sebagai pembaretan Part I dan Pembaretan Part II. Pembaretan Part I, dilaksanakan pada hari Sabtu 5 juni 2010 lalu. Saat itu merupakan catatan bersejarah bagi lembaga ini dan angkatan XIX , Pembaretan part I dinamakan dengan kegiatan “Jalan Juang” yang dimana jalan Juang tersebut merupakan penjelajahan alam yang kurang lebih menempuh jarak 25 km, jika dihitung dari awal pemberangkatan yang dimulai dari Lapangan Plasa Menza kira- kira memakan waktu kurang lebih 9 jam perjalanan jalan kaki. Rangkaian kegiatan ini adalah kegiatan wajib satuan Madya Praja yang dimana mereka didampingi oleh Bapak Ibu pengasuh baik dari satuan organik dan TNI. Pelaksanaan kegiatan ini dimulai dengan apel pelepasan di Plasa Menza yang diambil langsung oleh Kabagsuh Bapak Taslim Djafar, S.STP., M.Si. pesan yang selalu beliau sampaikan kepada praja yaitu agar kita tetap menjaga kekompakan, tetap semangat dalam setiap mengahadapi apapun. Tidak lupa disiplin, etika dan wibawa untuk selalu dibawa dan diterapkan dimanapun,kapanpun.
Pembaretan Part I atau Jalan Juang ini bukan hanya kegiatan jalan biasa ataupun lintas alam saja. Tetapi Satuan Pengasuhan telah menyiapkan kejutan- kejutan di setiap pos- pos yang ada. Jumlah Pos yang ada yaitu 6 Pos yang memiliki makna yang berbeda dari setiap posnya. Pos pertama pemberangkatan dari Plasa Menza, Pos kedua yaitu Peraturan Baris- berbaris, pos ketiga yaitu pos yang menguji kekompakan di setiap kelompok dimana pada pos ini setiap kelompok akan menampilkan yel-yel kelompok / kompinya dan pada rute menuju pos selanjutnya ada merayap di lumpur,Pos keempat berada di hutan yang dimana tempat sumber air IPDN (goa Walet), pos keenam atau pos yang terakhir berada di lapangan kawasan terbuka yang dikelilingi makam, yang dimana terdapat kegiatan menarik yang dipandu langsung oleh kabagsuh sekaligus makan siang bersama- sama. Kabagsuh bapak Taslim Djafar pun mengatakan bahwa dari lapangan ini dapat kita lihat gunung manhlayang yang akan ditaklukaan pada waktu pembaretan nanti. Spontan, semua madya praja bertepuk riuh seakan menandakan bahwa mereka telah siap untuk menaklukkan gunung tersebut.
Hal yang membanggakan lainnya yaitu dari apel pelepasan jalan juang sampai tiba di kampus adalah tidak ada satu pun satuan madya praja tidak mengalami cidera yang menghambat perjalan dan perjuangan dalam Pembaretan Part I. Hal itu juga dituturkan oleh Bapak Karnazi pada saat apel malam di depan Plasa Menza.

Pembaretan Part II
Tepat 20 Juni 2010, merupakan tonggak sejarah yang dulu sempat dihentikan oleh Kelembagaan yang kini kembali dibangkitkan dari hibernasinya dengan format yang baru dan lebih menekankan pada tingkat disiplinnya. Pembaretan Part Ii merupakan kegiatan lanjutan dari Jalan Juang. Dimana kegiatannya dilaksanakan dari hari Jumat 19 Juni sampai Minggu 21 Juni 2010.
Apel Pelepasan dilaksanakan di Plasa Menzatepat Pukul 15.00 WIB. Terlihat dari semangat yang berkobar- kobar dari angkatan XIX sebagai Angkatan Pembaharuan. Masing- masing kompi dan pleton sudah mempersiapkan segala keperluan yang akan digunakan dari mulai Tenda, Sleeping Bed, Matras, Nesting, parafin, senter, handuk, peralatan mandi , tas ransel besar, tali webing bahkan sampai dengan tisu basah pun dipersiapkan. Karena disana tidak hanya langsung mendaki gunung tetapi juga ada pembekalan materi dari Sat Pol PP Kota Jakarta dan Menwa dari Resimen Mahawarman yang berpusat di Jawa Barat.
Hari pertama pemberangkatan sesaat melewati stadion, satuan madya praja dan pengasuh diguyur oleh hujan deras namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat baik dari satuan praja maupun dari pengasuh. Hujan bukannya menyurut tetapi semakin deras, sehingga semua praja diwajibkan memakai jas hujan. Namun hal itu seakan percuma karena hujan yang deras sudah membasahi seluruh PDL tapi setidaknya dapat melindungi tas ransel yang dibawa.
Jalan yang dilewati tidaklah sama seratuspersen dengan Jalan juang lalu. Praja melewati hutan- hutan, perkebunan jagung, bahkan tanaman tembakau pun kami lewati. Melompati aliran sungai yang dimana bermuara seperti air terjun. Dalam perjalan pun hujan semakin reda namun hal tersebut tidak terlalu kami perhatikan dikarenakan PDL yang dipakai terlanjur basah. Meskipun huja mereda tapi tanah masih kurang bersahabat, seperti biasa tanah menjadi becek sehingga sepatu PDL bertambah berat.
Dalam melewati rintangan terdapat pengalaman- pengalaman menarik yang mewarnainya, sebut saja banyak praja yang terpleset hingga pakaiannya menjadi penuh tanah bahkan ada yng sempat mengabadikan panorama pemandangan yang ada disana. Entah sangking semangatnya atau karena kurang hati- hati beberapa praja yang mengalami celananya robek, dan hal itu diam- diam mereka sembunyikan sehingga untuk menyembunyikan semua itu mereka lebih berhati- hati agar robekannya tidak semakin membesar. Sekitar 2 Km lagi menuju waru berem kami melihat banyak turis- turis domestik yang melakukan kemah bersama keluarganya, maklum saja hari itu tepat untuk weekend para keluarga dalam melepas penat setelah seminggu bekerja.
Seperti biasa insting praja jika sedang bersama- sama dan dilihat oleh orang luar, langsung membusungkan dada, jalan tegak penuh wibawa, dan melakukan senyum seperlunya. Hal itu memang biasa secara spontan terjadi dikalangan Praja.
Sekitar pukul 17.45 WIB kami tiba di Waru Berem yang dimana merupakan tempat kami membangun tenda. Cuaca memang sedang tidak bersahat hujan kembali mengguyur waru berem, mau tidak mau kami di stealing untuk membuat tenda segera, siapa cepat membuat tenda ya dia akan cepat beristirahat dan berlindung di dalam tenda dari guyuran hujan. Tepat pukul 20.00 WIB semua tenda sudah berdiri semua, ada yang terlihat kokoh ada yang seadanya yang penting bisa berlindung dari hujan dan dinginnya malam ini saja. Tenda pun bervariasi ada yang berbentuk Dome namun hanya berkapasitas 3 orang saja, ada yang berupa terpal dan yang inilah yang digunakan untuk beristirahat. Dinginnya gunung manglayang dicampur dengan cuaca malam dan diaduk lagi dengan gerimis semakin manambah rintangan dan tantangan Madya Praja. Hingga tahap ini tidak ada praja yang tumbang, hal yang cukup membanggakan. Kegiatan malam itu hanyalah membangun tenda dan mempersiapkan segalanya untuk materi besok. Untuk urusan makanan kami disiapakan oleh menza namun tetap kami memasak mi, sarden sendiri sebagai tambahan asupan gizi atau tenaga karena meskipun kita berada di kaki gunung tapi tetap kesehatan harus terjaga.
Keesokan harinya, hari Sabtu 20 juni 2010. Dari pukul 09.00 sampai 12.00 WIB adalah kegiatan Materi dari Sat PolPP DKI Jakarta dan Menwa Mahawarman Jawa Barat. Mengapa terdapat dua materi? Hal ini dikarenakan kami akan mendapat dua baret yaitu baret ungu dan baret coklat Sat PolPP, meskipun dari beberapa angkatan terdahulu masing- masing baret diambil terpisah jadi tidak semua praja memiliki kesempatan mendapat baret yang sama. Hal ini merupakan kebijakan dari pengasuhan karena Pembaretan Paradigma baru ini tidak hanya dilaksanakan satu hari saja tetapi dilaksanakan tiga hari yaitu seharian untuk Jalan Juang dan 2 hari 2 malam untuk Pengambilan baret dan materi.
Sekitar pukul 12.00 WIB materi telah selesai dan dilanjutkan dengan makan siang dan sholat. Tidak ada waktu untuk beristirahat saat itu. Karena kegiatan langsung dilanjutan yaitu outbond sebagai persiapan untuk mendaki manglayang keesokan harinya. Rute yang dilalui tidak terlalu sulit, terdiri dari beberapa pos saja. Pos pertama pemberangkatan dimana kita diuji kekompakan yaitu dengan yel- yel dan setelah itu langsung berangkat menuju pos kedua. Pos kedua kita diuji dengan konsentrasi dimana kita harus memasukan paku kedalam botol tetapi menggunakan 10 tali hal tersebut menguji daya kepemimpinan yang dimana kita harus dapat menjadi bawahan dan pimpinan yang baik agar tujuan dapat tercapai sesuai harapan, selanjutnya pos keahlian dimana kita dijarkan dalam menentukan arah mata angin dan cara mengikat tali untuk dibuat tangga. Setelah dari pos itu lanjut ke pos kekuatan yang dimana kita dilatih mencoba turun dari tempat tinggi dengan kemiringan 45⁰ dengan menggunakan tali tambang. Setelah outbond selesai sekitar pukul 17.00 WIB semua praja digerakkan kembali ke waru berem untuk persiapan makan malam dan sholat serta pembersihan diri.
Tepat pukul 20.00 WIB praja digerakkan menuju lapangan dekat perkemahan yang dimana ada kegiatan api unggun. Kegiatan api unggun ini dipimpin langsung oleh Karo Administrasi Keprajaan dan Kemahasiswaan Bapak Sudjito. Bapak Sudjito berpesan kepada seluruh praja untuk respect dan loyal terhadap pengasuh dalam pendakian Gunung Manglayang esok hari, karena kita tahu cuaca kurang bersahabt karena hampir tiap hari diguyur hujan sehingga menyebabkan medan menjadi licin, dan diharapkan jangan terlalu banyak barang bawaan ke Puncak karena selain akan menyulitkan juga akan menambah sampah yang ada di gunung. Setelah pengarahan dari Bapak Sudjito semua praja digerakkan untuk beristirahat untuk persiapan pemberangkatan esok pagi.
Keesokkan paginya, tepat pukul 08.00 WIB setelah pelaksanaan sarapan pagi, seluruh praja persiapan untuk mendaki manglayang. Hal itu terlihat sangat mendebarkan bagi satuan madya praja angkata XIX, karena sesuai doktrin- doktrin senior terdahulu belum dapat disebut praja jika kita belum menaklukan manglayang.
Pemberangkatan dibagi menjadi dua kelompok yang dimana Kompi I beserta Kompi Putri yaitu Kompi VI dan Kompi VII melewati jalur pertama dan kompi II sampai Kompi V melewati Jalur kedua. Masing- masing jalur memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Jalur Pertama merupakan jalur yang teraman karena jalannya memutar tetapi di setiap jalan merupakan jalan setapak sehingga hanya bisa dilalui satu persatu praja saja, sedangkan jalur kedua merupakan jalur tersulit dimana hampir semua jalan adalah terjal dengan kemiringan 45⁰ sehingga ada beberapa titik di jalur ini dipasang tali webing untuk membantu pendakian selain jalannan juga licin tetapi juga cuaca yang dingin sehingga membuat tantangan semakin berat, tapi untung saja semua praja memakai sarung tangan dan kupluk sebagai penahan dingin.
Jalan yang licin tentu saja banyak praja yang terpleset sehingga pakaiannya menjadi kotor akan tanah, namun namanya juga praja tentu saja hal tersebut bukan tantangan yang berarti dalam mendaki.
Sekitar pukul 12.00 WIB, semua praja telah tiba di puncak Manglayang yang dimana berkabut. Berbagai macam ekspresi yangterungkap ketika mencapai puncak tersebut. Sebut saja “ Ahh..... Yes....” ada juga yang seperti ini “ Ini ya Manglayang itu ya...??? ternyata tinggian saya dari pada puncaknya”. Hal tersebut wajar terjadi karena itu merupakan ungkapan dari campuran rasa kegembiraan,terharu, ingin menjerit. Karena dahulu angkatan kami XIX selalu disebut- sebut sebagai mahasiswa hal tersebut terjadi karena kami satu- satunya angkatan yang memiliki dek yang berbeda dan angkatan pertama diangkat saat semester V. Sempat terlintas dibenak kami bahwa angkatan- angkatan selanjutnya tidak akan bisa membedakan antara tingkat dua dan tingkat satu sehingga tradisi PPM (Peraturan Penghormatan Militer) tidak akan terulang lagi , akhirnya puncak kekhawatiran kami itu sedikit berkurang sejak diganti kembali dek kami seperti dulu yaitu dek berbintang satu sehingga akan tetap ada perbedaan tingkatan. Dan Kami pun sempat diisukan Sebagai Mahasiswa IIP (singkatan dari......ya angkatan XIX pasti tau sendiri apa singkatan yang diberikan dari kakak terdahulu kepada kita)
Semua kekhawatiran itu sudah sirna semua karena Angkatan XIX sudah resmi menjadi Praja sejati dengan sudah pernah menyentuh manglayang dengan kaki kami sendiri.
Kembali ke Puncak Manglayang, setelah semua praja lengkap. Kami langsung diarahkan menuju tempat baret- baret yang telah disebar. Dengan satu komando dari Pak Syamsu Khoirudin, Kasubbag Binwas, kami langsung diperintah merayap di tanah menuju tempat pengambilan baret tersebut. Dan bagi yang mencoba mantul merayap maka akan diberikan sanksi yang sesuai.
Setelah tiba di tempat baret disebar di sana ada Karo Administrasi Kemahasiswaan dan Keprajaan Bapak Sudjito, Bapak Gato Aryanto, dan satuan Pengasuh dari TNI seperti Bapak Mugiyanto, Bapak Legisan, Bapak Iqbal Sumardi, bahkan Pengasuh Tentara Putri pun turut serta seperti Ibu Ineng dan Ibu Uun.
Di sana Bapak Sudjito dan Pak Syamsu menjelaskan untuk kembali kekelompoknya masing- masing karena sistematika pengambilan baret adalah perwakilan yang dimana masing- masing kelompok diwakili satu pasang baret yaitu sat PolPP dan Menwa. Hal itu dilakukan sebagai pengefisienkan waktu karena pukul 16.00 WIB Rektor akan menjadi Pembina Upacara Penutupan dan Penyematan Baret di lapangan Bumper. Tentu saja pencariannya pun tidak sembarang tetapi masing- masing kelompok haruslah berbaris dan berjalan jongkok untuk mencari baret dan yang boleh mengambil baret hanya ketua kelompok saja. Hampir semua kelompok berhasil mendapat baretnya dan ada 2 kelompok yang gagal mendapat baretnya. Sebenarnya mereka bukannya tidak menemukan baret tetapi ada beberapa kelompok yang mendapat lebih dari sepasang namun mereka langsung menyerahkannya kepada pak Syamsu, tentu saja kelompok yang tidak mendapatkan baret tersebut haruslah mendekati pak syamsu untuk mendapatkan baretnya. Tapi tentu saja tidak semudah itu karena mereka harus kena sanksi terlebih dahulu baru mendapat baretnya.
Tidak terasa sudah pukul 13.00 WIB dan praja pun diperintahkan untuk kembali ke waru berem dalam perjalan pulang pun rintangan tetap ada, karena semuanya diwajibkan pulang memalui jalan Jalur II yaitu jalur yang terjal, kebijakan itu diambil karena jalur pertama dimana tidak aman dikarenakan semua tali webing sudah diputus dan diambil sedangkan juga kurang efektif. Tetapi di Jalur II lebih terjal 45⁰ tetapi tentu saja itu bukan masalah bagi praja putra karena kami dapat langsung meluncur tanpa memperdulikan pakaian kotor. Sedangkan praja putri turun menggunakan tali webing dengan dibantu beberapa praja putra dan pengasuh tentara. Semua turun dengan perasaan gembira dan bingung, bingung karena banyak pakaian mereka kotor dan robek serta sulitnya satuan putri untuk turun. Namun semua sudah dapat dilalui dengan aman dan tidak ada satuan praja yang tumbang.
Ternyata perjuangan belum berakhir, karena masih ada kegiatan dari pengasuh. Bagi praja putra haruslah berenang di lumpur lagi sedangkan putri haruslah berjalan di lumpur tersebut. Setelah itu semua langsung digerakkan menuju lapangan apel di Bumper. Ada yang sempat untuk bersih- bersih diri dan ada juga yang tidak sempat bersih- bersih sehingga ia ke lapangan dengan tubuh yang masih penuh lumpur.
Upacara Penutupan tersebut dilaksanakan di lapangan Bumper dan diambil langsung oleh Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan dikarenakan Rektor IPDN sedang ada rapat di Jakarta. Saat inilah penyematan secara serentak sekaligus penutupan Pembaretan Satuan madya Praja Anggkatan XIX. Tepat Pukul 16.15 WIB Minggu 20 juni 2010 Satuan Angkatan XIX berhak atas Baret Sat Pol PP dan Menwa dan topi Jingle Pet bisa diberikan kepada Muda Praja.
Rangkaian Pembaretan Part I dan Pembaretan Part II telah selesai. Pembinaan Fisik Sejak Muda Praja hingga sebelum Pembaretan tidaklah percuma. Dari lari siang setiap Sabtu, Aerobik Pagi menggunakan PDL kaos pun tidaklah percuma semua berkat Bapak Ibu Pengasuh yang setia membina fisik dan mental kami terutama Bapak Syamsu Khoirudin yang selalu setia bersama kami.
Sekarang semua cibiran ataupun keraguan mengenai status praja kami sudah hilang lenyap tanpa da yang tahu. Tahun depan tentu bersiaplah Adik- Adikku angkatan XX ! (MMI saat PL2)

1 komentar:

  1. Gold, Glory, dan Gospel

    Tiga kata diatas yang menjadi judul tulisan ini tentunya bukan hal yang asing lagi bbuat kita pernah belajar sejarah kolonialisme dan imperialisme. Gold ialah keinginan untuk memiliki kekayaan, glory keinginan mempunyai kejayaan, dan gospel ialah keinginan untuk menyebabrkan agama nasrani.

    BalasHapus